Dunia musikal kembali berduka. Tepat tanggal 8 Agustus lalu, aktris legendaris Olivia Newton-John meninggal dunia karena penyakit kanker. Sepanjang sejarah musikal, beliau turut menyumbangkan sumbangsihnya dalam bentuk lakon, lagu, atau produser. Rasanya, sejarah kehidupan Olivia tak lepas dari dunia tarik suara maupun di depan layar. Dan juga rasanya, tak afdol apabila kita tak mengilas balik prestasi-prestasi tertinggi seseorang setelah kepergiannya. Pada artikel kali ini, Kepo akan melakukan tradisi tersebut, mengilas karya-karya terbaik sang ratu musikal.
“Grease”, Film Musikal Ketika Cinta dan Citra Diri Dipertanyakan
Bagaimana bisa kita tidak membuka buku prestasi Newton-John tanpa menggubris mengenai “Grease”? Sukses sebagai batu loncatan bagi karirnya, film ini disinyalir menjadi salah satu film musikal paling ikonik sepanjang masa. “Grease” benar-benar berjasa untuk sejarah musikal secara menyeluruh. Bagaimana tidak, film yang rilis tahun 1978 ini menggambarkan trend ‘greaser’ era 50-an yang menjadi tolak ukur di pergaulan kawula muda. Tak heran, setelah filmnya sukses menggaet julukan box office, tak jarang ditemukan pemuda-pemuda pada zamannya mengenakan jaket ala Danny atau shoulder crop-top layaknya Sandy.
Berperan sebagai Sandy Olsen, sang protagonis utama, Newton-John punya kapasitas akting yang cukup untuk menyokongnya dalam judul yang begitu formulaik nan problematik ini. Tentu tidak boleh luput disebut, deretan soundtrack-soundtrack “Grease” masih punya daya magis hingga kini. Lagu-lagunya sering kita jumpai hingga kini, mulai dari “Summer Nights” yang begitu ceria, “Hopelessly Devoted to You” yang membekas di hati pencintanya, hingga tentunya track paling fenomenal “You’re The One That I Want” yang penuh gairah.
Lebih dari sekedar karya, “Grease” menelanjangi gundah gulana para pemuda di era 70an. Para gen x yang hidupnya dikelilingi oleh aliran musik cadas yang tak berhenti diputar, ternyata masih punya kegelisahan akan kehidupan dunia luar. Ketika film ditutup dengan cepika-cepiki dan lantunan lagu gembira sembari Sandy dan Danny “terbang” ke masa depan, bukan berarti keseluruhan ansambel kini menghidupi fase happily ever after mereka. Ada sebuah tuntutan besar yang terselip di lagu “We Go Together”, sebuah pertanyaan besar di tengah lirik tak beraturan : akankah pertemanan berjalan terus selepas SMA, ke manakah tujuan kita sehabis sekolah, atau apakah kehidupan akan terus sebahagia ini? Apa mungkin sign bertuliskan “Danger Ahead” di sekuens akhir menjawab semua pertanyaannya?
Bermain di Dunia Pop Penuh Glitter “Xanadu"
Tak jauh dari perilisan “Grease”, Newton-John kembali masuk dalam proyek musikal yang tak kalah ambisius. Menceritakan mengenai proses inkarnasi seorang muse Yunani untuk membantu seorang pria membangun arena roller disko besar bertitel 'Xanadu'. “Xanadu” yang mengikrarkan dirinya sebagai musikal fantasi sejatinya punya lahan besar untuk proses kreatifnya, meskipun tidak digunakan semaksimal mungkin. Menonton “Xanadu” seperti melihat sebuah dunia metafora, sesuatu yang jelas tidak akan pernah terjadi (terutama apabila kita merujuk pada prinsip Kristiani) namun jelas sesuatu yang kita impikan. Siapa yang tak mau memperoleh hidup Dan McGuire yang tiba-tiba “ketimpa berkat” ketika dibantu oleh dewa menghidupi impiannya.
Meski secara angka penghasilan komersil “Xanadu” kalah jauh dari “Grease” (hanya memperoleh untung 3 juta dolar, sementara “Grease” mencapai lebih dari 350 juta dolar), ada sebuah pesan menggelitik yang terselubung dari “Xanadu”. Sebagai film popcorn yang memang jelas ditujukkan untuk menghibur, tanpa embel-embel kepoetikan dan ke-arthouse-an belaka, “Xanadu” memberikan sindiran yang cukup berat terkait semboyan ora et labora. Apabila ada seseorang yang punya andil dalam membantu kita, bukan berarti kita serta merta tidak bekerja sama sekali. Justru kita disuguhi pesan sponsor jadul akan bagaimana kepercayaan diri berperan besar dalam mengejar mimpi.
Kalibernya performa energetik Newton-John dalam “Xanadu” tentu menyelamatkan film ini. Sekuens lagu titular yang begitu megah dan cemerlang dieksekusi tentu menjadi nyawa film ini. Jelas, tidak banyak yang mengingat judul film yang satu ini. Namun, bagi saya pribadi, “Xanadu” punya tempat spesial di hati saya. Adalah sebuah mimpi bisa bertamasya ke sebuah tempat untuk bersenang-senang, meluapkan serta melupakan masalah bersama-sama.
Satu artikel tak cukup untuk menggambarkan betapa berjasanya Olivia Newton-John pada dunia musik dan musikal. Selain bermain peran, Newton-John juga menyumbangkan suaranya dalam beberapa album musik yang sempat merajai beberapa tangga lagu Billboard, khususnya single-nya “Physical” yang hingga kini menjadi salah satu lagu terlaris sepanjang masa. Disebut dalam The Guardian, Newton-John merupakan pelopor pop reinvention yang terus berkarya hingga akhir hayatnya. Ia mewarisi karyanya sebagai seorang ikon musik yang merangkul perbedaan dan menjunjung tinggi pentingnya representasi diri dalam pergaulan. Selamat jalan Olivia Newton-John.
Penulis : Michael Chandra
Editor : Shelomitha Flourensia
Sumber :
https://www.gradesaver.com/grease/study-guide/irony
https://www.broadwayworld.com/article/BWW-Special-Feature-A-Look-Back-at-Xanadu-20070817
https://www.theguardian.com/film/2022/aug/09/olivia-newton-john-was-a-trailblazer-in-the-art-of-pop-reinvention
Sumber Foto :
https://www.soloposfm.com/assets/dokumen//2022/08/skynews-grease-olivia-newton-john_4496787.jpg
https://i.guim.co.uk/img/media/dd9f1c4023e45f76f29ff9d83a1de79deb8ce644/104_1437_2303_1381/master/2303.jpg?width=1300&quality=85&fit=max&s=4859b56e216c69ccb93dacdd2709d8af
Comments