top of page
  • Writer's pictureMichael Chandra

‘Tiga Dara’ : Musikal Tonggak Perfilman Indonesia


Kepoers, tahu gak sih kalau film musikal sudah pegang andil dalam sejarah perfilman negeri? Mungkin Kepoers hanya sekedar tahu Petualangan Sherina (2000) apabila ditanya mengenai musikal lokal. Namun, tak hanya itu, ada pula sebuah musikal yang terlebih dahulu melegenda, yaitu Tiga Dara (1956).


“Ini satu peristiwa…. Ini cerita, sedih gembira”, begitulah gambaran besar film legendaris ini berdasarkan lagu tema legendarisnya. Film ini digadang menjadi tonggak yang membangkitkan perfilman Indonesia. Hingga kini, film yang disutradarai oleh Bapak Perfilman Indonesia, Usmar Ismail, ini masih memberikan aftertaste menonton yang membekas bagi para penontonnya. Kepoers pasti penasaran dengan detail-detail film ini. Untuk itu, pada artikel kali ini Kepo akan membahas serba-serbi film Tiga Dara!


Premis Usang yang Melegenda


Tiga Dara mengisahkan tiga saudara perempuan- Nunung (Chitra Dewi), Nana (Mieke Wijaya), dan Neni (Indriati Iskak)- yang tinggal bersama ayah dan neneknya selepas kepergian sang ibu. Melihat fakta mengenai kematian menantunya, sang nenek (diperankan dengan begitu paripurna oleh Fifie Young) tentunya takut menghadap ajalnya sebelum memomong cucu. Dengan itu, Nenek mulai saja merecoki urusan percintaan dari ketiga dara tersebut, khususnya Nunung yang hampir berkepala 3. Nenek mulai menjadi mak comblang dan menjodohi Nunung dengan segala macam pria. Hingga akhirnya, Nunung bertemu dengan Toto (Rendra Karno) lewat insiden yang tidak mengenakkan. Nunung enggan untuk mendekati Toto, meskipun dibujuk mati-matian oleh keluarganya. Kesempatan itu digunakan dengan begitu cemerlang oleh Nana untuk mendekati sang lelaki. Dari sinilah mulai muncul bumbu-bumbu cinta segitiga khas film romansa.


Tak dapat dipungkiri, memang premis Tiga Dara sudah usang apabila didengar sekarang. Perjodohan, kepercayaan takhayul apabila melangkahi kakak menikah, hingga cinta segitiga. Rasanya kita sudah pernah menonton pertunjukkan yang sama terus-menerus sepanjang umur kita. Namun, konsep yang diangkat Usmar Ismail tidak melulu mengenai percintaan biasa. Beliau mampu mengubah premis yang dikatakan usang (meskipun terkesan fresh pada masanya) menjadi sebuah cerita dengan kompleksitas yang tinggi namun masih terasa fun.


Tiga Dara yang Penuh Perbedaan



Layaknya sisterhood pada umumnya, ketiga saudara perempuan yang menjadi fokus utama film ini memiliki sifat-sifat yang sangat bertolak belakang. Sifat-sifat ini pula yang masih relate dengan pemuda-pemudi zaman sekarang. Karakter Nunung bak mewakili para kaum introvert, gadis yang lebih memilih untuk mengerjakan pekerjaan domestik dan diam di rumah ketimbang bersosialisasi dengan dunia luar. Di lain sisi, Nana selalu menjadi pentolan dalam lingkungannya, begitu pandai bergaul, circlenya besar, dan selalu menjadi social butterfly dalam perkumpulan. Kurang lebih, karakter Nana menggambarkan kaum extrovert yang punya slot social battery berlebih. Sementara karakter Neni lebih mencerminkan gadis innocent yang penuh gairah namun hidupnya dikelilingi banyak pertanyaan yang satu-persatu terjawab. Adapun sifat ketiganya berbeda, hal tersebut justru yang semakin mempererat persaudaraan mereka. Sepanjang durasi, kita dapat melihat begitu intimnya kedekatan setiap saudara satu sama lain. Benar-benar sister goals banget!


Secara Eksplisit Menghibur, Secara Implisit Menyinggung


Berdasarkan D. Djajakusuma, teman Usmar Ismail, film ini bukanlah film favorit beliau. Bahkan, Usmar Ismail sebenarnya cukup malu dengan film ini, terutama apabila kita membandingkan Tiga Dara dengan mahakarya-mahakarya beliau lainnya. Film ini memang sejak awalnya memang proyek money milking, memanfaatkan komponen-komponennya untuk mendulang keuntungan. Tak heran, film ini memang menjadi pilihan segar bagi masyarakat kala itu yang membutuhkan hiburan lokal sekelas Hollywood.


Selain itu, bukan sebuah fakta baru apabila menemukan kritikan-kritikan Usmar Ismail dalam karyanya. Seperti yang sudah dikatakan dahulu, memang film ini ditujukan untuk menghibur. Namun, apabila ditilik lebih dalam lagi, ada begitu banyak komentar-komentar terkait topik dalam film ini yang dikirimkan secara subtil oleh Ismail. Misal, film ini secara sekilas memang seakan menormalisasikan sistem perjodohan kolot. Padahal, Usmar Ismail justru mau memberikan pesan satire akan betapa kolot nan ngototnya masyarakat Indonesia mengenai perkawinan. Stigma masyarakat mengenai perempuan yang dianggap sekedar penyenang dalam rumah tanggapun dibabat habis oleh sang sutradara. Setiap lakon wanita di film ini digambarkan begitu tangguh dan memiliki kepribadian menariknya sendiri-sendiri. Pesan-pesan subtil inilah yang membuat Tiga Dara begitu menarik untuk ditonton berulang-ulang. Daripada mencekokkan penonton dengan bejibun kata-kata mutiara dan petuah, Usmar Ismail memilih teknik “show, don’t tell” untuk menyuarakan kegelisahannya.


Deretan Lagu-lagu Pelipur Lara



Apalah film musikal yang bagus tanpa deretan lagu-lagu yang menghias durasi menjadi begitu bermakna? Sebuah penyakit lama melihat banyak film-film musikal yang hingga kini hanya menggunakan wahana lagu sebagai sebuah sekuen yang menandakan film tersebut musikal tanpa juntrungan. Banyak musikal yang sekedar menyajikan lagu-lagu stagnan, di mana tak punya pengaruh pada kompleksitas cerita yang ditawarkan. Lain dengan kasus Tiga Dara. Usmar Ismail memanglah begitu jenius, ia fasih meramu lagu-lagu orisinil untuk mengisi slot-slot musikal dalam Tiga Dara. Lirik-lirik lagunya pun punya pengaruh pada alur cerita, penuh makna, dan tak jarang menggelitik sukma. Misal saja, film dibuka dengan begitu meriah lewat iringan lagu Tiga Dara yang menjadi prolog sebuah perjalanan panjang penuh kebahagiaan dan kesedihan dari setiap dara yang ada. Lagu-lagu yang begitu legendaris ini kembali dinyanyikan ulang oleh para artis era sekarang dan dijadikan sebuah album kompilasi.


Mendapat Treatment Restorasi Kelas Dunia



Last but not least, Kepo punya fakta mencengangkan mengenai film ini. Ternyata, film Tiga Dara sudah melewati proses restorasi 4K yang tentunya gak main-main. Restorasi yang dilakukan secara digital ini dilangsungkan di laboratorio L'Immagine Ritrovata, Italia dan memakan waktu serta dana yang tak main-main. Namun, tentu hasilnya memuaskan karena filmnya tampak benar-benar dilahirkan baru dan punya mutu kualitas gambar yang begitu mumpuni. Berkat restorasi ini, Tiga Dara sempat kembali ke layar lebar pada tahun 2016 silam.


Efek nostalgia yang dibawakan oleh Tiga Dara jelas berdampak hingga kini. Semua perasaan campur ruah di dalamnya, entah senang, sedih, haru, dan tawa. Kekuatan Usmar Ismail dan para pemain dalam meramu film hingga punya daya magis yang masih relevan hingga kini. Tak heran, banyak yang berlomba-lomba menyaingi khasanah Tiga Dara. Meski sudah dibuat ulang dalam berbagai medium yang berbeda, jelas tak ada yang pernah menyamai level mahakarya Usmar Ismail ini. Jelas sebuah keindahan tersendiri untuk ikut berdendang ria dan mengikuti perjalanan kehidupan Nunung, Nana, dan Neni. Film Tiga Dara versi restorasi 4K sudah dapat dinikmati di Bioskop Online.



 

Penulis : Michael Chandra

Editor : Joanne Abigail


Sumber :

Kirana, Intan. “Tiga Dara, Film Komersial Tonggak Perfilman Indonesia.” KINCIR.com, 31 March 2021, https://www.kincir.com/movie/cinema/review-tiga-dara-komersial-usmar-ismail-NIjN3AUa7g61. Accessed 3 August 2022.

Rasyidharry. “TIGA DARA (1957).” MOVFREAK, 14 August 2016, https://movfreak.blogspot.com/2016/08/tiga-dara-1957.html. Accessed 3 August 2022.

Tariz, Cine. “REVIEW : TIGA DARA.” CineTariz, 21 August 2016, https://cinetariz.blogspot.com/2016/08/review-tiga-dara.html. Accessed 3 August 2022.

75 views0 comments

Comments


Untitled287_20220807093439.png
Untitled39_20220817214548.png
Untitled39_20220817215648.png
Untitled287_20220807093439.png
Untitled39_20220817214627.png
Untitled39_20220817215634.png
Untitled39_20220817215538.png
Untitled39_20220817215417.png
Untitled39_20220817214528.png
Untitled39_20220817214627.png
Untitled39_20220817214548.png
Untitled39_20220817215417.png
Untitled39_20220817214528.png
Untitled39_20220817214627.png
Untitled287_20220807093439.png
Untitled39_20220817214548.png
Untitled39_20220817214528.png
Untitled39_20220817215417.png
Untitled39_20220817214627.png
Untitled39_20220817215620.png
Untitled39_20220817215634.png
Untitled39_20220817215648.png
Untitled39_20220817215538.png
Untitled287_20220807093439.png
Untitled39_20220817215634.png
Untitled39_20220817215648.png
Untitled39_20220817215648.png
Untitled39_20220817215634.png
Untitled39_20220817215620.png
Untitled287_20220807093439.png
Untitled39_20220817215620.png
bottom of page