top of page
  • Writer's pictureMichael Chandra

'Yuni', Surat Cinta Kamila Andini bagi Perempuan



Kepoers, tahu gak sih kalau bulan April diperingati sebagai Sexual Assault Awareness and Prevention Month? Buat apa sih diperingati? Nah, gerakan ini dilakukan untuk meningkatkan kepedulian dan pencegahan kekerasan seksual bagi seluruh dunia. Kita tahu walaupun zaman sudah berkembang, kekerasan seksual terhadap wanita justru masih menjadi masalah yang tidak henti-hentinya muncul. Menurut data Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Tahun 2021, sepanjang tahun 2020 tercatat kekerasan terhadap perempuan sebanyak 299.911 kasus. Mirisnya, masih banyak sekali masyarakat Indonesia yang punya stigma keliru terhadap perempuan.


Pada bulan Desember silam, salah satu anggota dari tim Kepo berkesempatan menghadiri media screening dari film besutan Kamila Andini berjudul “Yuni”. Film ini sendiri sebelumnya telah diputar di berbagai festival film bergengsi internasional dan mendapat respon yang begitu mengejutkan. Tak main-main, film ini telah memborong banyak penghargaan lintas benua. Mulai dari kemenangan Platform Prize di Toronto International Film Festival 2021, Piala Citra Pemeran Utama Perempuan Terbaik, Snow Leopard untuk Aktris Terbaik di Asian World Film Festival 2021, dan Silver Hanoman di JAFF (Jogja-NETPAC Asian Film Festival) 2021. Selain itu, “Yuni” juga mewakilkan Indonesia di ajang Oscar 2022 untuk kategori Best International Feature Film. Tim Kepo sendiri pertama kali menonton film ini saat screening daring festival SeMana Del Cine di Peru.





“Yuni” bercerita seorang gadis Serang pengidap “penyakit ungu” yang hidup di tengah dinding-dinding patriarki dan kentalnya adat istiadat. Di tengah mimpinya mengejar beasiswa perguruan tinggi, Yuni menelan fakta pahit bahwa ia dilamar oleh dua laki-laki yang tak ia cintai atau bahkan dekat. Penolakan Yuni terhadap kedua lamaran tersebut membawa dirinya dihantui akan kepercayaan bahwa apabila perempuan menolak lamaran tiga kali ia akan jauh jodoh. Skenario terburuk akhirnya datang, ketika seorang yang berperan krusial dalam mewujudkan mimpi Yuni datang meminangnya. Kini, Yuni dihadapkan pada dua pilihan yaitu melanjutkan mimpinya atau patuh pada adat dan menikah?




KAMILA ANDINI NAILED IT AS ALWAYS!

Sebuah berkat tak terhingga Indonesia punya seorang Kamila Andini, sutradara yang sering mengangkat isu-isu sosial yang kadang dianggap tabu dengan berani dan pretensius. Kiatnya dalam memberantas patriarki dan ketidaksetaraan gender lewat “Yuni” terpampang jelas sejak pertama kali premisnya diumumkan. Tak lupa ia juga menggaet Prima Rusdi, yang absen cukup lama dalam menulis naskah film panjang (setelah “AADC2” 2016 silam), untuk berkolaborasi menciptakan naskah yang begitu apik. Sebuah kerja sama sesama wanita yang begitu powerful. Dalam film ini, Kamila Andini juga mengambil beberapa referensi dari puisi-puisi legendaris Sapardi Djoko Damono untuk membantu penceritaan kisah menarik ini. Film ini layaknya sebagai surat cinta Kamila Andini pada para wanita, penyemangat dan pemberi harapan bagi kaum hawa untuk tetap menjadi diri sendiri dan mengejar mimpi mereka setinggi apapun.


SOCIAL CRITIC AT ITS FINEST

Menonton film “Yuni”, terutama versi teatrikalnya, membukakan mata para audiens terhadap berbagai isu yang kerap terjadi di praktik hidup sehari-hari. Kritik sosial yang diangkat secara begitu ciamik menjadi salah satu komponen kuat yang membuat film ini begitu relevan. Pernikahan dini, objektifikasi perempuan, keperawanan, perjodohan, stigma suara adalah aurat, hingga krisis identitas seksual, hanya sebagian dari begitu banyaknya isu yang diangkat oleh Kamila Andini, membuat film ini benar-benar penting untuk ditonton oleh semua kalangan.


ENSEMBEL LUAR BIASA

Deretan pemain film “Yuni” diisi oleh nama-nama pendatang baru maupun pemain-pemain senior. Apresiasi terbesar untuk Arawinda Kirana yang benar-benar menghidupkan karakter seorang Yuni dengan segala bahagia dan kegelisahannya. Penampilan perdananya begitu paripurna dan jelas layak digadang Piala Citra. She’s the future of our cinema. Tak lupa, jajaran pemain pendukungnya juga turut menyokong performa Arawinda. Kevin Ardilova dan Dimas Aditya sama-sama apik. Selain itu, ada Marissa Anita yang tampil beda dan tetap menakjubkan sebagai Bu Lies, Asmara Abigail yang sukses memikat hati sebagai Suci Cute, Rukman Rosadi yang tak pernah mengecewakan, hingga anggota Cilegenk yang performanya asik.




SUCI, THE SCENE STEALER

Karakter Suci yang diperankan dengan gemilang oleh Asmara Abigail tak boleh dilewatkan. Latar belakang kehidupan Suci dapat dibilang paling menarik untuk disorot. Ia pernah menikah ketika masih duduk di bangku SMP. Nahasnya Suci tak dapat menghasilkan anak bagi laki-laki itu akibat usia rahimnya yang masih muda. Akhirnya, ia malah dipukuli dan ditinggalkan oleh mantan suaminya itu. Sebuah skenario tragis yang tak awam didengar telinga kita, namun Suci dengan kuat menjalani kejadian itu. Lantas, apakah kejadian itu menghancurkan masa depan hidupnya? Tidak sama sekali. Justru sebaliknya, Suci sekarang memiliki kebebasan mengeksplor dirinya tanpa batas. Ia akhirnya dapat membuka salon, puas mendandani para pengunjung, ia berhasil menemukan jati dirinya. Ini meruntuhkan stigma-stigma kolot kalau wanita tak mampu hidup tanpa pria, wanita hanyalah mesin pembuat anak, dan hidup wanita hanyalah seputar memuaskan suaminya. Wanita layak mencari “preedom abis” versi mereka!




MASIH ADA BANYAK HARAPAN

Menonton kisah kehidupan Yuni mungkin akan membuat kita merasa ikut depresi sesaat, merasa tak ada harapan untuk menghadapi relung sukma yang sedang berkecamuk. Beruntungnya Yuni, walau dihadapkan oleh para pemuja patriarki, masih memiliki support system yang mumpuni. Yuni punya Cilegenk yang selalu ada untuknya. Yuni punya Suci, yang mengajarkannya cara mengekspresikan dirinya. Yuni punya Bu Lies, gurunya yang mengajarkannya untuk fokus pada masa depannya. Women support women.


Sama halnya dengan kaum pria. Walaupun kebanyakan laki-laki yang hadir di ruang lingkup Yuni membawa egois dan agenda buruknya, adalah salah apabila kita menjadikan mereka tolak ukur kualitas kaum pria. Hadirnya sosok laki-laki yang menjunjung tinggi kesetaraan dan kebebasan seperti Yoga dan sosok orang tua seperti ayah Yuni adalah suatu kemenangan besar. Kedua tokoh ini tidak memiliki niat buruk maupun menggurui dan justru memberikan Yuni kebebasan untuk melakukan apa yang ia inginkan. Hal ini membuktikan bahwa untuk mencapai kesetaraan gender bukanlah tugas perempuan saja, laki-laki tak kalah dibutuhkan. Percakapan Yuni dengan ayahnya yang begitu dalam dan hangat merupakan salah satu adegan terbaik yang tak terlupakan dari film ini.


“Yuni” hadir di waktu yang sangat tepat, di tengah kisruh kekerasan seksual atas perempuan dan krisis seks edukasi yang sedang marak-maraknya. Kisah Yuni layak dan harus ditonton oleh sebanyak-banyaknya orang di luar sana. Semoga misi dari film ini untuk menciptakan lingkup sehat bagi para perempuan seluruh dunia, khususnya Indonesia, dapat terwujud. Buang jauh-jauh budaya patriarki, perkawinan anak, pandangan-pandangan kolot yang menjatuhkan perempuan, dan banyak hal lain yang merugikan perempuan di Indonesia. Perempuan bukan hanya objek penghasil anak, namun juga sebagai seorang manusia yang dapat berpikir dan berkarya. Sudah saatnya perempuan mendapat kedudukan yang sama persis dengan laki-laki. Setiap orang berhak menentukan jalan hidupnya sendiri. Film “Yuni” akan hadir di Disney+ Hotstar pada tanggal 21 April 2022.


Selain “Yuni”, masih banyak film Indonesia yang penting karena mengangkat isu kekerasan seksual yang dapat ditonton sekarang. Beberapa di antaranya yaitu “27 Steps of May” karya Ravi Bharwani (dapat ditonton di Netflix dan Goplay), “Penyalin Cahaya” karya Wregas Bhanuteja (dapat ditonton di Netflix), “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” karya Edwin (dapat ditonton di Netflix, segera dapat ditonton di Mubi), dan “Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak” karya Mouly Surya (dapat ditonton di Netflix). Sebelum menonton, trigger warning terlebih dahulu karena film-film tersebut mengandung adegan-adegan yang triggering. Selamat menonton dan sebarkan kesadaran tentang pentingnya isu kekerasan seksual.


 

Penulis : Michael Chandra

Editor : Joanne Abigail


Sumber Foto :

  • Starvision

  • Toronto International Film Festival

Sumber Tulisan :

  • Caesaria, Novita. “Film Yuni Mengangkat Realitas yang Dianggap Tabu dengan Cara Estetik - Semua Halaman - CewekBanget.” CewekBanget.ID, 10 December 2021, https://cewekbanget.grid.id/read/063034702/film-yuni-mengangkat-realitas-yang-dianggap-tabu-dengan-cara-estetik?page=all. Accessed 7 March 2022.

  • Widya, Yulanda. “Angka Kekerasan Terhadap Perempuan di Indonesia Meningkat Tajam, Kapan RUU PKS Disahkan?” Yoursay, 3 January 2022, https://yoursay.suara.com/kolom/2022/01/03/110314/angka-kekerasan-terhadap-perempuan-di-indonesia-meningkat-tajam-kapan-ruu-pks-disahkan. Accessed 7 March 2022.

126 views1 comment

1 comentariu


Vizitator
26 aug. 2022

Semangat terus para wanita mengejar kesetaraan!

Apreciază
Untitled287_20220807093439.png
Untitled39_20220817214548.png
Untitled39_20220817215648.png
Untitled287_20220807093439.png
Untitled39_20220817214627.png
Untitled39_20220817215634.png
Untitled39_20220817215538.png
Untitled39_20220817215417.png
Untitled39_20220817214528.png
Untitled39_20220817214627.png
Untitled39_20220817214548.png
Untitled39_20220817215417.png
Untitled39_20220817214528.png
Untitled39_20220817214627.png
Untitled287_20220807093439.png
Untitled39_20220817214548.png
Untitled39_20220817214528.png
Untitled39_20220817215417.png
Untitled39_20220817214627.png
Untitled39_20220817215620.png
Untitled39_20220817215634.png
Untitled39_20220817215648.png
Untitled39_20220817215538.png
Untitled287_20220807093439.png
Untitled39_20220817215634.png
Untitled39_20220817215648.png
Untitled39_20220817215648.png
Untitled39_20220817215634.png
Untitled39_20220817215620.png
Untitled287_20220807093439.png
Untitled39_20220817215620.png
bottom of page